Senin, 31 Januari 2011

Mabuk Dalam Cinta Terhadap Allah

         Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahawa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia pun berkata, "Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat semut Jarrah cintaku kepada-Nya." Berkata Nabi Isa a.s, "Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu."

          Berkata pemuda itu lagi, "Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah." Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah s.w.t., maka Nabi Isa a.s pun berdoa, "Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu." Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ. Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahawa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.

             Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah s.w.t., "Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu." Selesai sahaja Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit. Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, "Aku ini Isa a.s." Kemudian Allah s.w.t. menurunkan wahyu yang berbunyi, "Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya."

             Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu.
1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah s.w.t., tetapi dia mencintai dunia. 
2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia inginmendapat sanjungan dari manusia. 
3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.

Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda, "Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima :

1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur."

Disadur dari a1215am.blogspot.com

Rabu, 26 Januari 2011

PRESTASI DAN PRESTISE


Saya akan memulai tulisan ini dengan beberapa firman dari Allah dan petuah kekasihNya, Rasulullah SAW

“…maka berlomba-lombalah kamu dalam hal kebaikan…” (QS Al-Baqarah 148)

“…sungguh yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling tinggi ketaqwaannya…” (QS Al-Hujurat 13)

“…sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain.” (HR Bukhari)

Kawan, tiga buah hujjah di atas sedang berbicara pada kita tentang satu hal, prestasi. Prestasi adalah suatu hal yang sangat penting, sehingga dia menjadi pantas diserukan dalam Al-Qur’an dan hadits Rasul. Berprestasi sebenarnya menjadi tuntutan bagi setiap muslim, karena harga seorang muslim di hadapan Allah nantinya ditentukan oleh prestasi taqwa yang dia ukir selama hidup di dunia. Allah dan Rasul memberikan sebuah pattern bahwa yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah adalah yang paling tinggi prestasi taqwa-nya.

Tapi sadar kita atau tidak, ada saudara kembar yang selalu hadir bersama prestasi, yaitu prestise, kebanggaan. Prestasi dan prestise adalah dua hal yang mungkin akan selalu hadir bersama. Ketidakbijakan kita untuk menempatkan mereka dengan baik bisa berujung petaka bagi kita, kalau tidak akan di dunia, mungkin petaka di akhirat. Yang harus kita sadari adalah bahwa prestise hanyalah merupakan konsekuensi logis ketika prestasi luar biasa telah terukir. Prestise seharusnya bukanlah sesuatu yang menjadi alasan dan membuat kita mau bergerak. Lihatlah apa yang didapatkan oleh manusia-manusia sekelas Abu Bakar Sidq, Khalid bin Walid, Muhammad Al-Fatih, Thariq bin Ziyad, sampai Hasan Al Banna. Mereka adalah manusia-manusia yang bergerak karena dorongan nuraninya, karena kecintaan dan kepatuhan pada Tuhannya, mengukir prestasi-prestasi yang sangat agung, sehingga prestise adalah suatu hal yang hadir dengan sendirinya, bukanlah hal yang mereka kejar.

Namun sebaliknya, mungkin banyak di antara yang sering terjebak pada kondisi dimana kita sering berpikir prestise terlebih dahulu, sering berpikir ketenaran atau keterkenalan di awal. Sehingga tak jarang fokus pada prestise itulah yang membuat kita tak pernah mengukir prestasi, ataupun kalau prestasi itu pernah hadir hanya akan menjadi prestasi di mata manusia saja, tidak di mata Allah. Bukankah kita sudah sama-sama tahu, betapa penting yang namanya niat, betapa sangat menentukan yang namanya niat, seperti yang diungkapkan dalam Hadits Arba’in yang pertama, “sesungguhnya segala amal itu tergantung pada niatnya…”. Jika prestise menjadi niat utama kita bergerak, maka akan sangat rugi lah kita, karena ia hanya akan menjadi fatamorgana saja, begitu “wah” di mata manusia tapi nol besar di mata Allah.

Kuingin ingatkan pada pribadi ini dan pada kawan-kawan semua, berhati-hatilah. Luruskan lagi niat di setiap gerak dan ibadah kita, di setiap tegak dan sujud kita. Buang jauh-jauh perasaan mau bergerak karena hanya mengejar sebuah prestise, tapi bergeraklah karena kita sama-sama ingin berprestasi di mata Allah. Semoga setiap helaan nafas kita menjadi bagian prestasi yang akan terukir indah dan akan menjadi penolong kita nanti di hadapan Allah.

Terakhir, sebuah pertanyaan renungan, sudah adakah prestasi yang kita ukir sampai detik ini yang bisa kita banggakan di hadapan Allah kelak??’

Wallahu’alam bisshawab

Oleh: adi putra
disadur dari http://www.dakwatuna.com/2011/prestasi-dan-prestise/

MENANGIS KARENA TAKUT PADA ALLAH

                        Rasulullah s.a.w. telah bersabda, "Bahawa tidak akan masuk neraka orang menangis kerana takut kepada Allah sehingga ada air susu kembali ke tempat asalnya." Dalam sebuah kitab Daqa'iqul Akhbar menerangkan bahawa akan didatangkan seorang hamba pada hari kiamat nanti, dan sangat beratlah timbangan kejahatannya, dan telah diperintahkan untuk dimasukkan ke dalam neraka. Maka salah satu daripada rambut-rambut matanya berkata, "Wahai Tuhanku, Rasul Engkau Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda, sesiapa yang menangis kerana takut kepada Allah s.w.t., maka Allah s.w.t. mengharamkan matanya itu ke neraka dan sesungguhnya aku menangis kerana amat takut kepada-Mu."

                        Akhirnya Allah s.w.t. mengampuni hamba itu dan menyelamatkannya dari api neraka dengan berkat sehelai rambut yang pernah menangis kerana takut kepada Allah s.w.t. Malaikat Jibril a.s. mengumumkan, telah selamat Fulan bin Fulan sebab sehelai rambut." Dalam sebuah kitab lain, Bidayatul-Hidayah, diceritakan bahawa pada hari kiamat nanti, akan didatangkan neraka jahanam dengan mengeluarkan suaranya, suara nyalaan api yang sangat menggerunkan, semua umat menjadi berlutut kerana kesusahan menghadapinya. Allah s.w.t. berfirman yang bermaksud, "Kamu lihat (pada hari itu) setiap umat berlutut (yakni merangkak pada lututnya). Tiap-tiap umat diseru kepada buku amalannya. (Dikatakan kepadanya) Pada hari ini kamu dibalasi menurut apa-apa yang telah kau kerjakan." (Surah al-Jatsiyah ayat 28)

                        Sebaik sahaja mereka menghampiri neraka, mereka mendengar kegeraman api neraka dengan nyalaan apinya, dan diterangkan dalam kitab tersebut bahawa suara nyalaan api neraka itu dapat didengar sejauh 500 tahun perjalanan. Pada waktu itu, akan berkata setiap orang hingga Nabi-nabi dengan ucapan, "Diriku, diriku (selamatkanlah diriku Ya Allah) kecuali hanya seorang nabi sahaja yang akan berkata, "Umatku, umatku."
Beliau ialah junjungan besar kita Nabi Muhammad s.a.w. Pada masa itu akan keluarlah api neraka jahim seperti gunung-gunung, umat Nabi Muhammad s.a.w. berusaha menghalanginya dengan berkata, "Wahai api! Demi hak orang-orang yang solat, demi hak orang-orang yang ahli sedekah, demi hak orang-orang yang khusyuk, demi hak orang-orang yang berpuasa, supaya engkau kembali."

                        Walaupun dikata demikian, api neraka itu tetap tidak mahu kembali, lalu malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya api neraka itu menuju kepada umat Muhammad s.a.w." Kemudian Jibril membawa semangkuk air dan Rasulullah s.a.w. meraihnya. Berkata Jibril a.s. "Wahai Rasulullah, ambillah air ini dan siramkanlah kepadanya." Lalu Baginda s.a.w. mengambil dan menyiramkannya pada api itu, maka padamlah api itu. Setelah itu Rasulullah s.a.w. pun bertanya kepada Jibril a.s. "Wahai Jibril, Apakah air itu?" Maka Jibril berkata, "Itulah air mata orang derhaka di kalangan umatmu yang menangis kerana takut kepada Allah s.w.t. Sekarang aku diperintahkan untuk memberikannya kepadamu agar engkau menyiramkan pada api itu." Maka padamlah api itu dengan izin Allah s.w.t.

                        Telah bersabda Rasulullah s.a.w., " Ya Allah anugerahilah kepada kami dua buah mata yang menangis kerana takut kepada-Mu, sebelum tidak ditemunya air mata."



Disadur dari http://tanbihul_ghafilin.tripod.com/1001kisahteladan2.htm