Senin, 04 Juli 2011

Kisah Shahabat (Bilal bin Rabah r.a)

Muazzin Rasulullah dan Simbol Persamaan Derajat

Jika di sebut nama Abu Bakar ra., maka Umar ra. akan berkat, ”Abu Bakar adalah pemimpin kita, yang telah memerdekakan pemimpin kita.” Seseorang yang diberi gelar oleh Umar ra. sebagai “pemimpin kita”, tentu seseorang tokoh yang layak memperoleh kehormatan seperti itu. Tetapi setiap menerima pujian yang ditujukan kepada dirinya, laki-laki yang berkulit hitam, kurus kerempeng, tinggi jangkung, berambut lebat dan bercambang tipis ini pasti menundukkan kepala dan memejamkan mata. Lalu dengan air mata membasahi pipinya, ia berkata, “Aku ini orang Habsyi. Baru saja aku dimerdekakan dari statusku sebagai budak belian.”  

Dialah Bilal bin Rabah, yang mengumandangkan seruan Islam dan menggoyahkan kaki-kaki berhala.Dialah satu dari keajaiban keimanan dan kejujuran.

Dari sepuluh orang muslim, disetiap generasi, paling tidak ada tujuh orang yang mengenal Bilal. Artinya, ada ratusan juta orang muslim yang mengenal dengan baik siapa Bilal dan bagaimana kiprahnya dalam perjuangan Islam, sebagaimana mereka mengenal siapa dan bagaimana kiprah dua Khalifah terbesar dalam Islam; Abu Bakar ra. dan Umar ra.

Dimanapun anda berada, di belahan bumi manapun yang dihuni kaum muslimin, anda bisa bertanya kepada anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar, ”Siapakah Bilal itu?”Pasti anda akan mendapatkan jawaban seperti ini, ” Ia adalah muazzin Rasulullah. Sebelumnya, dia seorang budak yang disiksa oleh tuannya dengan batu besar di tengah terik panas, agar ia meninggalkan Islam. Namun ia menjawab, ’Ahad (Allah Maha Esa), Ahad (Allah Maha Esa).” 

Islam menjadikan Bilal dikenang sepanjang masa. Bahkan banyak diantara orang-orang terkemuka, orang-orang berpangkat, para pemimpin dan miliarder tidak dikenang oleh generasi demi generasi, sebagaimana mereka mengenang Bilal yang dulunya seorang budak belian dari Habsyi.

Hitamnya warna kulit, rendahnya kasta, dan hinanya budak belian tidak menutup pintu baginya untuk menempati posisi mulia setelah ia masuk Islam. Semua itu ia peroleh dengan kejujuran, kesungguhan, kesucian hati dan perjuangan tiada henti.

Singkatnya, suatu hari Bilal bin Rabah mendapat cahaya ilahi. Hatinya tergetar oleh sentuhan cahaya tersebut. Lalu ia datang kepada Rasulullah dan masuk Islam. Berita keislaman Bilal pun menyebar. Para tokoh bani Jumah (kabilah dimana Bilal menjadi budak) pusing tujuh keliling dan bukan main malunya. Kabilah ini malu karena dianggap tidak bisa mengatur budaknya yang masuk kedalam agama baru. Terlebih Umayah  bin Khalaf, ia bersumpah ”Tunggulah! Sebelum matahari terbenam, pasti keislaman budakku ini sudah terbenam lebih dulu.” 

Ternyata, matahari pun terbenam tanpa diikuti terbenamnya keislaman Bilal. Bahkan suatu saat nanti, matahari terbenam dan membenamkan berhala-berhala jahiliyah dan para pemujanya.

Saat siksaan sudah mencapai batas kesabaran baik yang disiksa atau para penyiksa, Abu Bakar yang mendengar kabar disiksanya Bilal mendatangi mereka. Ia berkata kepada Umayah, ” Berilah harga yang lebih mahal dari harganya, dan biarlah dia merdeka.” Umayah berseloroh, ”Bawalah dia, seandainya engkau hanya menghargai satu tail emas, aku pasti menerimanya.” Abu Bakar  memahami bahwa kata-kata itu hanyalah basa-basi yang keluar karena keputusasaan. Karena ini menyangkut kehormatan seorang laki-laki yang sekarang telah menjadi saudaranya seiman, Abu Bakar menjawab,”Demi Allah, seandainya kalian menghargainya 100 tail emas, aku pasti membayarnya.”

Setelah Rasulullah saw. bersama kaum muslimin Hijrah dan menetap di Madinah, beliaupun mensyariatkan Azan sebagai penggilan untuk melkukan shalat. Bilal mendapat kehormatan dipilih oleh Rasulullah saw. Menjadi muazzin pertama.

Saat perang Badar berkecamuk, Bilal pun berada disana. Ia berkelebat kesana kemari menebaskan pedangnya. Pada kesempatan ini Bilal berhasil membunuh Umayah  bin Khalaf.

Waktu terus berjalan. Hingga tibalah peristiwa pembebasan kota Mekah. Dengan ditemani Bilal, Rasulullah masuk ke dalam Ka’bah dan menghancurkan semua berhala yang ada di dalamnya. Lalu Rasulullah menyuruh Bilal naik ke bagian atas Ka’bah untuk mengumandangkan azan. Sungguh sebuah kemuliaan di tengah suasana yang penuh haru.

Bilal melanjutkan hidupnya bersama Rasulullah saw. Ia ikut dalam setiap pristiwa penting . Ia menjadi muazzin. Ia menghidupkan dan menjaga syiar-syiar Islam; agama besar yang telah menyelamatkannya dari kegelapan perbudakan.

Setelah wafatnya Rasulullah dan tanggung jawab kepemimpinan kaum muslimin dibebankan pada Abu Bakar, terdapat episode menarik dimana Bilal yang ingin berpartisipasi dalam medan Jihad menyampaikan keinginannya pada Khalifah.

Bilal:      ”Wahai Kalifah. Rasulullah pernah bersabda,’Amal perbuatan seorang mukmin yang paling utama adalah berperang dijalan Allah.”

Khalifah: ” Lalu apa yang anda inginkan?”

Bilal:     ”Aku ingin tetap tergabung dalam pasukan perang hingga syahid.”

Khalifah: ”Lantas Siapa yang menjadi muazzin?”

Bilal:      Seraya menangis ”Aku tidak akan menjadi muazzin setelah Rasulullah wafat.”

Khalifah: ”Tidak, engkau harus tetap disini dan menjadi muazzin”

Bilal:     ”Jika sewaktu menebusku engkau ingin menjadikan aku budak, maka aku akan menuruti kemamuanmu. Namun jika penebusan itu karena Allah, maka biarkan aku bebas memilih.”

Khalifah: ”Aku menebusmu karena Allah.”

Bilalpun berangkat kemedan jihad kala itu, di wilayah Syam.

Umar ra. menjadi pengganti Abu Bakar ra. setelah beliau wafat. Saat mengunjungi Syam, kaum muslimin di sana memohon kepada Khalifah Umar ra. agar meminta Bilal mengumandangkan azan walaupun hanya sekali. Bilal dengan perasaan yang berat naik ke menara dan mengumandangkan azan. Para sahabat yang pernah hidup bersama Rasulullah menangis tersedu-sedu, seakan belum pernah menangis. Terutama Khalifah Umar ra.

Bilal ra. wafat di Syam, di medan jihad, seperti yang di inginkan . Di tanah Damaskus, jasad laki-laki agung ini dikuburkan. 

Kisah Bilal dalam sejarah kehidupan bukan hanya kemuliaan bagi Islam, tetapi kemuliaan bagi seluruh umat manusia. Ia telah mampu menghadapi berbagai macam siksa dengan kesabaran dan ketangguhan tiada tara. Seakan Allah menjadikannya simbol teladan, bahwa hitamnya warna kulit dan status sebagai budak belian, sama sekali tidak menghalangi kebesaran jiwa, ketika jiwa telah mengenal Tuhannya dan mengetahui apa yang harus dilakukan.

Bilal telah memberikan pelajaran kepada orang-orang di zamannya dan setiap zaman, kepada orang-orang yang seagama dengannya dan tidak seagama. Pelajaran bahwa kemerdekaan jiwa dan kebebasan nurani, tidak dapat ditukar dengan emas sebanyak apapun atau tidak akan goyah dengan siksa seberat apapun.

-Wallaahu’alam bish showab-


Disarikan dari Buku “60 Sirah Sahabat rasulullah SAW”, karya Khalid Muhammad Khalid…
http://mtua.rekayasa.co.id/index.php/sirah/sahabat/213-bilal-bin-rabah.html

Disadur dari http://muchlisin.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar