Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Ibnu Abbas ra adalah salah
seorang sahabat Nabi SAW yang terkenal dengan julukan Turjumaanul Qur’an
(orang yang paling ahli dalam menerjemahkan Alquran). Beliauh sangat
telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW.
Ia pernah
secara khusus didoakan Rasulullah SAW, maka pada usia 9 tahun Ibnu Abbas
telah hafal Al Quran dan telah menjadi imam di masjid. Ia pernah
didoakan Nabi dua kali, saat didekap beliau dan saat ia melayani
Rasulullah dengan mengambil air wudhu. Rasul berdoa, ''Ya Allah
pahamkanlah (faqihkanlah) ia.'' (HR. Muslim).
Sejak kecil Ibnu
Abbas sudah menunjukkan kecerdasan dan semangatnya dalam menuntut ilmu.
Sepeninggal wafat Nabi, ghiroh Ibnu Abbas menuntut ilmu tak menjadi
surut.
Tanpa bosan ia mendatangi satu per satu sahabat untuk
sekadar bertanya berbagai perkara yang belum diketahuinya. Alhasil,
dalam waktu singkat Ibnu Abbas digelari sebagai faqih al ashr (faqih di
masanya) dan imam al mufassirin (penghulu ahli tafsir).
Ibnu
Abbas juga berjuluk al bahr (lautan ilmu). Seiring perjalanan waktu,
penglihatan Ibnu Abbas mulai berkurang hingga ia wafat di kota Thaif.
Musnad Abdullah Ibnu Abbas mencapai 1.660 hadits. 75 hadits diantaranya
disepakati oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaq ‘alaihi). Bukhari
meriwayatkan 120 hadits sedang Muslim sebanyak 9 hadits.
Suatu
hari ia ditanya oleh para Tabi’in (generasi sesudah para Sahabat)
mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Ibnu Abbas menjawab
bahwa ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :
Pertama, Hati yang selalu bersyukur.
Artinya
selalu menerima apa yang telah Allah SWT berikan dengan ikhlas apapun
bentuknya. Agar dapat selalu bersyukur, maka mestilah kita memahami
ayat. "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.” (QS. Al
Mu’minun, 23 : 1)
Mengapa beruntung?. Karena setiap peristiwa
apapun itu yang ditimpakan oleh Allah terhadap hambanya yang beriman
adalah sebuah keberuntungan bagi dirinya. Apapun bentuknya. Tetapi
kuncinya jika hambanya ikhlas. Ikhlas dalam artian memurnikan.
Ilustrasinya jika dia diberikan kesenangan, orang yang beriman akan
ikhlas dan bersyukur dengan memuji Allah, berdoa serta membagikan rizki,
kesenangan atau nikmatnya kepada hamba-hamba lainnya.
“Dan
terhadap nikmat tuhanMU, maka hendaklah kamu sebarkan. (QS. Ad Dhuha, 93
: 11) Karena itu Allah pun akan menambah rizkinya bagi orang-orang yang
pandai bersyukur. "Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatku), maka sesungguhnya azab
KU sangatlah pedih." (QS. Ibrahim, 14 : 7) Dan jika Allah menimpakan
musibah kepadanya, maka merekapun bersimpuh, berdoa memohon kepadaNYA
agar musibah tersebut menjadi penghapus dosa-dosanya, serta menjadikan
mereka hamba-hamba yang selalu mengingat Allah.
Dalam hadits yg
diriwayatkan Imam Muslim (shahih muslim no. 4673) dinyatakan bahwa :
Rasulullah bersabda "janganlah kamu sekalian terlalu bersedih &
tetaplah berbuat kebaikan karena dalam setiap musibah yang menimpa
seorang muslim terdapat penghapusan dosa bahkan bencana kecil yg
menimpanya atau karena sebuah duri yg menusuknya."
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya
(qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress,
inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. berbahagialah orang yang
pandai bersyukur!
Kedua, pasangan hidup yang sholeh.
Pasangan
hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang
sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan
diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada
kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang
sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya
menjadi muslim yang sholeh.
sebaliknya pula seorang istri yang
sholehah, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam
melayani suami dan anak-anaknya. Pasangan hidup yang saleh. ia
menciptakan suasana rumah teduh dan menurunkan keluarga yang saleh pula.
indah dan menentramkan. para peneliti membuktikan, kesalehan (inner
beauty) adalah 2/3 faktor penentu kebahagiaan hidup, sedangkan
kecantikan atau ketampanan dan kekayaan hanyalah 1/3 darinya. Maka
berbahagialah menjadi seorang suami/istri yang memiliki seorang
suami/istri yang sholehah.
Ketiga, anak yang sholeh.
Rasulullah
saw bersabda: "Apabila seorang anak Adam mati maka terputuslah seluruh
amalnya kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat atau anak shalih yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim)
Saat
Rasulullah SAW thawaf. Rasulullah bertemu dengan seorang anak muda yang
pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasul bertanya kepada
anak muda itu : “Kenapa pundakmu itu ?” Jawab anak muda itu : “Ya
Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah
udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia.
Saya
melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau
ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya”. Lalu
anak muda itu bertanya: ” Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk
kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?”
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: “Sungguh Allah
ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku
ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu”. Dari hadist
tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak
cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal
kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak
yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah
kita bila memiliki anak yang sholeh.
Keempat, lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar(jujur)." (QS. At Taubah, 9 : 119)
Nabi SAW juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan
orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati
kita.
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang
yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan
pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau
bisa membeli darinya atau minimal dapat harumnya. Adapun berteman dengan
pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus
terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR.
Bukhari)


Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu
Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam
diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit
dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk
meminta nasehat.
Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat
beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan
berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang .

Itulah
pentingnya bergaul dengan orang-orang sholeh, dapat kembali
membangkitkan semangat keimanan sehingga kita pun dapat menularkan
nuansa kebaikan kepada lingkungan sekitar kita.
Kelima, harta yang halal.
Harta
yang halal. yang terpenting dalam Islam kualitas harta, bukan kuantitas
harta. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam
riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu
dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. “Kamu berdoa
sudah bagus”, kata Nabi SAW, “Namun sayang makanan, minuman dan pakaian
dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya
dikabulkan”.
Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat
mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari
hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi
ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu
dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, semangat untuk memahami agama.
Semangat
memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama
Islam. Semakin ia belajar, semakin cinta ia kepada agamanya, semakin
tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan
memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng “hidup”
kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya
nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh
semangat memahami ilmu agama Islam.
Ketujuh, umur yang barokah.
Umur
yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang
setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Umur yang dalam kesehariannya
selama 24 jam adalah menjadi nilai ibadah. Seseorang yang mengisi
hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi
pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk
berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan,
hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang
diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak
mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua
semakin rindu ia untuk bertemu dengan Allah SWT. Inilah semangat “hidup”
orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang
umurnya barokah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)